Jumat, 16 Agustus 2019

Jangan Lewatkan Pentingnya bangun ekosistem dan rombak kebijakan riset

Walaupun gagasan pemerintah mengambil rektor di luar negeri untuk meningkatkan kualitas kampus diterima dengan masukan, Kantor Staf Kepresidenan sudah mengatakan rektor berkualitas global itu akan diambil tahun kedepan lebih dahulu membuat revisi ketentuan ketentuan jadi rektor. Untuk percontohan, kebijaksanaan itu akan diawali di satu atau dua kampus di negeri ini.

Pemerintah melihat penilaian kualitas pendidikan tinggi pada level internasional bertumpu pada pemimpin kampus. Singapura jadi satu diantara referensi Menteri Analisa Tehnologi serta Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam percepat transformasi ke arah kampus kelas dunia lewat cara yang cepat.

Simak Juga : contoh artikel ilmiah
Dari empat besar perguruan tinggi disana yaitu Nanyang Technological School (NTU), National University of Singapore (NUS), Singapore Management University (SMU), Singapore University of Technology and Design (SUTD), pada masa 2010-an, cuma NUS yang tidak mengambil rektor asing. Sekarang, cuma NTU yang masih menjaga adat pimpinan paling tinggi di luar negeri.

Dalam kerangka NTU, kualitas mereka didongkrak bukan sekedar oleh “rektor tembak” berkualitas dunia, dan juga penciptaan ekosistem serta kebijaksanaan analisa yang aman berkualitas dunia serta penguatan jaringan global.

Indonesia juga bisa belajar dengan benar, bukan setengah-setengah, dari Singapura.

Rektor katalisator
Dalam reaksi kimia kita kenal katalisator, senyawa yang percepat reaksi kimia yang perlu dipercepat supaya efektif serta efisien.

Rektor berkualitas internasional di luar negeri bisa jadi katalisator, tetapi jelas reaksi kimia antar senyawa itu butuh terlebih dulu ada. Dalam kerangka ini, ekosistem reaksi memerlukan modal awalannya yaitu sumber daya akademik yang siap bereaksi.

Sampai sekarang satu diantara referensi “katalisator” terkuat pembawa pergantian di Singapura ialah Profesor Bertil Andersson, periset biokimia berkebangsaan Swedia sebagai Presiden NTU 2011-2018.

Dibawah kepemimpinannya, NTU naik kelas dari rangking ke-12 di Asia atau ranking ke-77 dunia pada 2008 selanjutnya jadi rangking 1 Asia serta 11 pada 2017 versus QS World University Rangking..

Saya hadiri presentasi Andersson yang menjelaskan strateginya melejitkan kualitas NTU dalam satu pertemuan mengenai pemimpin profesional di bagian pendidikan se-Asia Pasifik di Taiwan pada November 2017. Lompatan mengagumkan itu, menurut Andersson, lewat 6 taktik berikut ini:

Perbanyak portofolio akademik lewat cara meningkatkan produk akademik NTU mencakup publikasi ilmiah serta hak kekayaan cendekiawan. Pergantian akademik ini diawali dengan perbanyak analisa. Skema animo serta penilaian kapasitas diperketat untuk ke arah pada produksi karya ilmiah.

Merevitalisasi sdm dengan mereformasi skema sdm lewat rekrutmen serta penetapan sasaran yang tajam.

Mengutamakan bagian analisa tersendiri dengan memprioritaskan produk ilmiah NTU, bahkan juga dari program studi yang masih terbilang muda. Mereka memberi dukungan analisa basic yang oke serta produksi analisa dibawa ke penguatan subyek/bagian analisa itu hingga dimasukkan dalam QS World University Rankings (WUR). Bagian sains material contohnya nomer dua paling baik di dunia sesudah MIT (Massachusetts Institute of Technology).

Membuat sarana universitas khususnya untuk analisa favorit jadi contoh pusat analisa maritim.

Mereformasi pendidikan dengan pendekatan sampai proses belajar di kelas konsentrasi pada mahasiswa. Reformasi edukasi sentuh level kelas, pergantian langkah mengajar serta belajar dengan keseluruhan.

Buka rekrutmen periset muda serta pakar paling baik dunia, mahasiswa global. Beberapa periset ini dikasih imbalan setimpal serta sasaran yang tinggi untuk membuahkan diantaranya penemuan berpaten.

Enam taktik itu jelas bisa dikerjakan jika ada modal ekosistem perguruan tinggi yang ideal serta disediakan. Empat dari enam taktik itu bertopang pada sumber daya kampus serta investasi paling besar pada dosen-peneliti tersebut kapasitas analisa.

Butuh diingat, NTU awalannya mengambil Andersson untuk isi tempat provost (sama dengan wakil rektor bagian akademik serta kualitas), sepanjang empat tahun di tempat itu jadi usaha Andersson pelajari NTU dari dekat.

Saat Andersson diangkat jadi rektor, karena itu pergantian sudah diatur dalam taktik yang cukup pas. Taktik ini bisa berjalan sebab ekosistem negara telah disiapkan awalnya.

Keunggulan kampus + pemimpin berkualitas
Taktik ini itu berawal dari keunggulan NTU serta diperkokoh bermodalkan basic keunggulan Andersson sendiri. Profile Andersson, sekarang berumur 71 tahun, sebagai wakil muka periset yang sukses meningkatkan karier internasionalnya.

Dia mendapatkan gelar sarjana serta magister kimia di UmeƄ University, Swedia serta memperoleh dua gelar doktor dalam bagian itu di Lund University, Swedia pada 1982. Ia sudah sempat jadi periset biokimia di Australian National University, di Australia, sepanjang dua tahun sewaktu analisa doktoralnya.
Artikel Terkait : cara menulis daftar pustaka

Pada umur 36 tahun Andersson jadi guru besar kimia di Stockholm University, Swedia. Ia tidak cuma anggota Akademi Pengetahuan Pengetahuan Swedia, tetapi pada umur 38 tahun dianya jadi anggota termuda komite seleksi penerima Hadiah Nobel untuk kimia. Ia selanjutnya jadi ketua komite itu sepanjang beberapa waktu selanjutnya.

Tidak hanya memegang Dekan Fakultas Kimia di Stockholm University (1996-2003), ia memegang rektor di Linkoping University Swedia dari 1999 sampai 2003. Sepanjang empat tahun selanjutnya, Andersson geser ke Prancis jadi Kepala Eksekutif Yayasan Ilmiah Eropa (European Science Foundation), satu tempat yang dilamar 650 ilmuwan dunia.

Dari Eropa Andersson geser ke NTU semenjak 2007. Empat tahun selanjutnya ia diangkat jadi rektor NTU. Jadi periset kimia, sejauh ini ia sudah menulis lebih 300 karya ilmiah.

Dari NTU, kita belajar jika kesuksesan rektor dalam tingkatkan kualitas kampus tergantung pada kekuatannya berjejaring.

Dengan begitu, bukan pada elemen rektor asing, jadi entitas kewarganegaraannya yang dipentingkan dalam profile rektor, tetapi kekuatannya dalam bawa jaringan internasionalnya.

Lewat profile serta strateginya, pemerintah Indonesia mungkin bisa belajar untuk memastikan taktik yang cocok menaikkan kualitas kampus.

Utamanya sdm
Seputar 70% dosen serta periset di NTU sekarang datang dari dunia internasional. Andresson merubah pola penerimaan SDM di NTU.

Di akhir tahun waktu jabatan Andersson di NTU, jumlahnya dosen/periset sekitar 4.350 orang, sesaat tenaga simpatisan ada 2.350 orang.

Pola rekrutmen beberapa orang muda berpotensi dibikin bermacam dengan pola periset terlepas. Kebijaksanaan ini merubah muka NTU yang pada 2007, saat dia masuk disana ada 1.400 profesor dengan perform yang jelek. Tahun itu dibuka 215 lowongan baru buat profesor dengan kapasitas paling baik.

Pelajaran untuk Indonesia
Permasalahannya, bila Indonesia ingin mengambil dosen asing, modal awal reaksi berbentuk kebijaksanaan pemerintah malah kurang memberi dukungan terbentuknya ekosistem ke arah kampus serta analisa kelas dunia.

Contohnya, perizinan periset asing di Indonesia benar-benar susah. Untuk mengatur perizinan, otoritas periset, serta tenaga pendidik asing lewat minimal tiga kementerian: Kementerian Analisa Tehnologi serta Pendidikan Tinggi, Kementerian Hukum, serta Kementerian Luar negeri. Pada sebuah kementerian, ada banyak kantor serta meja dengan kesukaran administrasi yang berbelit.

Seperti dalam kimia, katalisator (rektor kelas dunia) saja tidak dapat bermanfaat tanpa senyawa-senyawa yang direaksikan. Katalisator sendirian cuma satu senyawa.

Ini bermakna modal awal untuk cetak kampus kelas dunia ialah buat ekosistem kampus berkualitas dunia dulu. Baru selanjutnya tarik rektor, dosen, serta mahasiswa internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar