Minggu, 03 Maret 2019

Yuk Kenali Lebih Dekat Sosok Habib Umar bin Hafidz

Perawakannya gak terlampau tinggi, sedang-sedang saja. Mukanya yang dihiasi jambang yang rapi berwarna kemerahan serta hidung mancung dengan mata bundar terlihat demikian jadi teduh. Dari itu semua, keindahan yang sangat jelas nampak ialah senyumnya yang senantiasa mengembang di mukanya. Itu perawakan Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz.

Minggu terus, dalam pidatonya di Jakarta dihadapan tokoh lintas agama, Habib Umar memberikan pandangan terkait utamanya mengontrol jalinan baik antar umat beragama. Pandangannya merasa demikian tangguh sebab senantiasa didukung oleh deretan ayat Al-Qur’an, Al-Hadist atau arahan ulama terdahulu. Simak Juga : struktur teks biografi

Di muka pendeta, romo, bikkhu serta tokoh agama lainnya, Habib Umar sukses menemukannya common ground dimana semua agama miliki kemiripan pandangan, contohnya terkait pernghormatan pada kemanusiaan, larangan ambil hak tetangga serta utamanya mengontrol kebaikan diantara umat beragama. Kemiripan ini yang diangkat serta di-highlight beberapa kali dengan landasan ayat Al-Qur’an serta Al-Hadist.

Habib Umar yang mengetahui kalau dalam ketidaksamaan orang acapkali berlangsung ketidaksamaan arahan serta ‘gesekan’ diantara merekameminta maaf kalau itu berlangsung di Indonesia. Group umat Islam yang bertindak anarkis hingga membawa dampak umat lainnya terganggu disebutnya jadi umat yang belum juga mengetahui terkait ajaran Islam. Jikalau mereka ialah orang yang mengetahui dapat ajaran Islam, karena itu mereka ialah orang yang belum juga menjalankan ajaran Islam dengan baik.

“Kami memohon maaf jikalau hingga ada orang nonmuslim yang sempat mendapat problem dari pelaku beragama Islam. Kalau ada umat agama lainnya yang terganggu oleh pelaku agama Islam, saya ungkapkan kalau mereka ialah orang yang tidak mengetahui ajaran Islam, atau mereka gak menjalankan ajaran agama Islam dengan baik, ” kata Habib Umar.

Figur yang arif serta penuh perhatian

Tidak hanya berpemikiran luas, Habib Umar bin Hafidz adalah figur yang arif. Habib Hamid Al-Qodri salah seseorang murid Habib Umar yang datang dari Indonesia menuturkan kalau peraturan Habib Umar nampak dari kesukaannya yang tak pernah menggeneralisir satu kekeliruan serta menisbatkannya pada suatu group khusus.

“Beliau (Habib Umar) akan tidak menyebutkan satu kekeliruan jadi kekeliruan satu group. Dikarenakan bisa saja kekeliruan itu tidak dilaksanakan oleh seluruhnya, ” kata Habib Hamid Al-Qodri terhadap NU Online.

Dalam pandangan Habib Umar, tukasnya, dapat senantiasa ada anggota group yang berperilaku tidak cocok dengan ajaran baik di kelompoknya. Karenanya, penyamarataan atau mengerjakan generalisasi sama seperti menyebutkan kalau kebanyakan orang di group mengerjakan soal jelek itu yang cuma dilaksanakan satu atau dua orang itu. Kalau sikap itu diambil, maka dapat menghambat silaturrahmi pada group.
Artikel Terkait : contoh biografi

Terkecuali itu, Habib Umar adalah figur yang miliki perhatian yang tinggi pada muridnya-muridnya. Habib Hamid Al-Qodri bercerita, pada suatu malam pada musim dingin dimana suhu di Pondok Darul Mustofa, Tarim, Hadramaut, Yaman capai 4 derajat celcius, sejumlah murid asal Indonesia kedinginan. Mereka ialah murid yang baru sekejap datang di Yaman serta baru kali pertama rasakan musim dingin.

Pada saat itu, ada empat murid asal Indonesia yang gak kebagian selimut tebal. Pada akhirnya Habib Umar mendatanginya sekalian membawa dua lembar selimut. Terus Habib Umar menanyakan, ‘apakah selimutnya masih tetap kurang? ’. Beberapa muridnya menjawab, ‘Iya masih tetap kurang, Habib’.

Selang sekian hari Habib Umar hadir dengan selembar selimut di tangannya. Sehabis menyerahkan, Habib Umar menanyakan kembali, ‘apakah masih tetap kurang? ’. Terus muridnya menjawab ‘Iya, kurang satu kembali Habib’. Gak lama, Habib Umar hadir kembali membawa serta menyerahkan selembar selimut yang lain yang rada berbau ‘pesing’. Walhasil murid yang terima selimut paling akhir ini dikit menggerutu.

Esok harinya dia mengerang pada temannya yang lebih senior terkait selimut yang diterimanya. Mitranya terus berkata, “Sesungguhnya dua selimut yang dikasihkan kali pertama oleh Habib Umar ialah punya Habib Umar sendiri serta istrinya. Dan dua yang paling akhir ialah punya anak-anaknya yang masih tetap kecil, ” kata mitranya seperti ditirukan Habib Hamid Al-Qodri.

“Jadi Habib Umar hingga ikhlas ia serta keluarganya dan anak-anaknya tidur kedingingan sebab perasaan perhatian yang tinggi pada muridnya yang hadir dari jauh, ” pungkasnya.

Habib Umar bin Hafidz serta perjalanan hidupnya

Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan di Tarim pada Senin, 4 Muharram 1383 H atau 27 Mei 1963 M. Mulai sejak belia, beliau udah pelajari beberapa pengetahuan agama seperti Al-Hadist, Fiqih, Tauhid serta Ushul Fiqih dari lingkungan keluarganya sendiri, terlebih dari ayahnya, Muhammad bin Salim yang disebut seseorang Mufti di Tarim.

Tidak hanya dari Ayahnya, semasa itu dia pun belajar dari beberapa tokoh yang lain seperti Al-Habib Muhammad bin Alawi bin Shihab al-Din, Al-Habib Ahmad bin Ali Ibn al-Shaykh Abu Bakr, Al-Habib Abdullah bin Shaykh Al-Aidarus, Al-Habib Abdullah bin Hasan Bil-Faqih, Al-Habib Umar bin Alawi al-Kaf, al-Habib Ahmad bin Hasan al-Haddad, serta ulama lainnya di Tarim.

Habib Umar sendiri mulai mengajar serta berdakwah mulai sejak ia berumur 15 tahun sekalian menambahkan belajar pada beberapa ulama waktu itu.

Pada saat kondisi sosial-politik di Tarim tengah kalut atas perebutan Rezim Komunis pada tahun 1981, Habib Umar ubah ke Kota Al-Bayda di samping utara Yaman. Disana Habib Umar kembali pelajari pengetahuan agama terhadap al-Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar, Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumayt serta Al-Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil. Sekalian belajar, dia pun mengajar serta membuat komunitas tinjauan baik di kota Al-Bayda, di Al-Hudaydah serta di Kota Ta`izz.

Pada tahun 1992, Habib Umar pidah dari Al-Bayda ke kota Al-Shihr, Ibu Kota Propinsi Hadramaut buat mengajar disana sehabis Rezim Komunis yang kuasai kota itu menyerah. Sehabis beberapa waktu tinggal disana, Habib Umar kembali pada kota aslinya, Tarim pada tahun 1994. Pada tahun itu pun, Habib Umar mulai meniti berdirinya ponpes Darul Mustofa serta mulai terima murid dari bermacam tempat. Meski demmikian, pembukaan sah Darul Mustofa baru diresmikan pada tahun 1997. Serta sejak mulai itu, murid-murid banyak yang datang dari bermacam negara banyak yang datang buat belajar di Darul Mustofa.

Debut dakwahnya gak cuma lewat membangun pesantren. Habib Umar pun menginisiasi beberapa komunitas tinjauan keagamaan di kota Tarim. Satu diantaranya komunitas yang teratur ia hadiri ialah pertemuan mingguan dengan penduduk Tarim yang diadakan di pusat kota Tarim serta senantiasa dikunjungi oleh beberapa ratus masyarakat kota ditempat. Tidak hanya pertemuan resmi, dia pun mengerjakan silaturrahmi ke bermacam tempat di Yaman buat mengunjungu kampus-kampus serta beberapa organisasi.

Waktu ini, Habib Umar udah mengerjakan dakwahnya dengan global. Beberapa negara yang acapkali ia hadiri ialah Syiria, Lebanon, Jordania, Mesir, Aljazair, Sudan, Mali, Kenya, Tanzania, Afrika Selatan, India, Pakistan, Sri lanka, Malaysia, Singapura, Australia serta beberapa negara Eropa yang lain.

Habib Umar, Indonesia serta NU

Di Indonesia sendiri, Habib Umar udah mengerjakan dakwah teratur mulai sejak tahun 1994. Awal kehadiran Habib Umar ke Indonesia ialah pada tahun 1994 waktu diutus oleh Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang ada di Jeddah buat memperingatkan serta menggugah ghirah (semangat atau perasaan kepedulian) beberapa Alawiyyin Indonesia. Perintah itu dikarenakan awal mulanya ada aduan dari Habib Anis bin Alwi al-Habsyi seseorang ulama serta tokoh asal Kota Solo, Jawa Tengah terkait kondisi beberapa Alawiyyin di Indonesia yang mulai jauh serta lupa dapat nilai-nilai ajaran beberapa leluhurnya.

Intensitas kehadiran yang makin seringkali ke Indonesia membuat Habib Umar menginisiasi lahirnya organisasi bernama Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Komunitas Silaturrahmi Antar Ulama. Mulai sejak itu, Habib Umar berubah menjadi makin seringkali hadir ke Indonesia buat memberikan dakwah serta ajarannya.

Minggu terus, Habib Umar mendatangi Indonesia saat 10 hari. Saat itu Habib Umar bin Hafiz mendatangi beberapa tempat mulai di Jakarta, Bandung, Cirebon, sampai Kalimantan. Tiap-tiap bulannya, dengan teratur, Habib Umar pun megajar di beberapa ponpes Nahdlatul Ulama lewat tayangan teleconference.

Habib Umar sendiri duduki tempat yang teristimewa di hati Nahdlatu Ulama. Penghormatan pada keturunan Nabi Muhammad Saw udah ditanamkan jauh-jauh hari di lingkungan pesantren. Di susunan pengurus NU, senantiasa ada figur habaib yang duduk di kepengurusan NU baik di tingkat cabang sampai di tingkat pusat.

Kedekatan NU dengan beberapa habaib disadari golongan habib sendiri, contohnya oleh Habib Syarief Muhammad Al-Aydarus Bandung yang terdaftar pada pengantar buku ‘Panggilan Selamat’ yang menjelaskan kalau NU miliki watak yang amat menghargai dzuriyah (keturunan) Rasulullah atau beberapa habib.

Habib Umar sendiri juga pula menghargai beberapa ulama di Indonesia. Dalam pengajian rutinnya, Habib Umar membahas kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim karya pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Penghormatan Habib Umar pada ulama disadari oleh penguru PBNU.

“Penghormatan beliau (habib Umar) pada ulama Indonesia dibuktikan dengan prinsip beliau dengan terus-terusan buat membahas kitab karya Hadratusyeikh KH Hasyim Asy’ari tiap-tiap bulan, ” papar Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Hery Haryanto Azumi, saat lalu.

Hal semacam itu ialah satu bukti riil kalau Indonesia duduki tempat yang amat ekslusif di hati Habib Umar bin Hafidz. Lebih dari itu, kata Hery, Habib Umar yakini kalau kebangkitan Islam di hari esok akan tiba dari Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar