Senin, 09 Desember 2019

Yuk Intip Sosok Bapak Cerpen Indonesia

Siapakah sastrawan kita yang meniti tulisan cerpen? Siapakah pengarang yang sebelumnya meningkatkan rutinitas menulis cerpen di Indonesia? Singkat kata, siapakah Bapak Cerpen Indonesia?

Beberapa pertanyaan demikian, terlihat bakal bawa kita untuk melihat riwayat perkembangan serta kemajuan cerpen di luar negeri. Di Amerika Serikat, umpamanya, warga pembacanya telah mengetahui serta memahami jika Edgar Allan Poe yaitu Bapak Cerpen Amerika. Di Rusia, Nicolai Gogol di kenal juga oleh warga Rusia jadi Bapak Cerpen Rusia.

Simak juga : contoh cerpen

Di Indonesia, rutinitas menulis cerpen adalah hal yang baru. Pada masa sebelum Perang Dunia Ke dua, cerpen belum demikian diketahui oleh warga, kalau dibanding dengan puisi yang lebih purba ataupun roman atau novel yang hadir selanjutnya. Pandangan yang datang dari faksi sastrawan sendiri pada cerpen lantas masih bersuara pandang remeh. Lantaran, saat itu satu orang akan dikasih pernyataan jadi sastrawan kalau udah sukses menulis roman atau novel.

Namun, beberapa puluh tahun lantas, pandangan yang nampak dari team sastrawan tersebut makin lama selanjutnya terkikis juga. Selesai Perang Dunia Ke dua, satu orang lantas tak harus menulis roman atau novel terlebih dulu agar bisa dikukuhkan jadi pengarang.
Artikel Terkait : pengertian Akomodasi

Pada dekade paling akhir ini, menulis cerpen kali saja sudah jadi tempat latihan atau suatu tahap pendahuluan lantaran kelanjutannnya akan menulis novel. Dalam kata lain, menulis cerpen dirasa batu loncatan untuk lantas menulis novel.

Narasi Lucu

Kalau kita memeriksa riwayat sastra ke belakang, bisa kita tahu jika pengarang yang sebelumnya menulis cerpen adalah Muhammad Kasim (M. Kasim) . Cerpen-cerpen M. Kasim itu dikabarkan di majalah Panji Pustaka pada tahun 1931 sampai tahun 1935. Oleh penerbit Balai Pustaka, cerpen-cerpennya itu lantas dihimpun dalam sebuah buku yang menampung 25 cerpen, serta dikasih judul Rekan Duduk. Kelompok cerpen ini keluar pertama-tama pada tahun 1936.

Baca pula : Ustaz Tionghoa Ini Mau Pertalian Antaragama Rukun Selama-lamanya
Dalam sepatah kata kelompok cerpen Rekan Duduk (Cetakan IV, tahun 1959, hlm. 3) dikatakan jika judul Rekan Duduk yang diberi oleh M. Kasim itu berkaitan dengan cerita-cerita yang bisa jadikan jadi rekan pada saat duduk.  Dengan cerpen-cerpennya itu M. Kasim gak ingin mencela atau bergirang hati . Itu penyebabnya, dibawah judul Rekan Duduk tersebut keterangan”kumpulan cerita-cerita lucu”.

Type humoristis yang di pilih oleh M. Kasim terlihat diakui seutuhnya jadi partisan proses kreatifnya. Ini sudah pernah dikemukakannya lewat surat yang sudah pernah diantar pada penerbit Balai Pustaka saat menjawab saran penerbit Balai Pustaka biar narasi cerita-cerita lucunya yang menyebar di majalah Panji Pustaka dihimpun.

Isi surat itu misalnya mengeluarkan bunyi demikian, “Menurut masukan saya cerita-cerita yang menarik hati, adalah yang berisi percintaan, peperangan, masalah yang hebat, yang ajaib, yang susah, serta yang lucu. Akan tetapi kesukaan bakal perkara-perkara ituada batasnya, tergantung pada usia serta derajat jiwa satu orang. Sekedar perkara-perkara lucu itu bisa disebut tak ada batasnya. Orang yang sudah berusia serta orang yang tinggi kecerdasannya lantas masih sukai padanya. ”

Menurut Zuber Usman dalam Kesusastraan Baru Indonesia (1957 : 54) , M. Kasim sendiri rupanya mengerti jika kepandaiannya terpenting sekali menggambarkan narasi yang lucu-lucu. Pembawaan cerdas ceritakan serta sukai bakal yang lucu itu rupanya sudah dibawa mulai sejak kecil benar. Masih jelas terkenang padanya satu orang gurunya di Kotanopan dulu yang begitu lucu serta cerdas ceritakan. Terlihat gurunya itu sebagai contoh serta cinderamata baginya dalam karangannya.

Baca pula : RPA Suryanto Sastroatmodjo, Sang Kamus Berjalan
Narasi Rakyat

Seandainya ditelaah, cerita-cerita lucu yang dicatat oleh M. Kasim punyai sangkutan dengan kesukaan warga lama bakal cerita-cerita pelipur lara. Terlihat, M. Kasim dengan cara sadar ingin melestarikan kebiasaan narasi rakyat itu dengan menulis cerita-cerita lucu yang mengusung kehidupan sehari-hari warga.

Dalam warga lama, di tiap wilayah di semua Nusantara udah dkenal luas bermacam narasi lucu yang punyai tokoh unik. Di Sumatera diketahui tokoh Pak Belalalng serta Lebai Malang, di Jawa Barat diketahui Si Kabayan, serta di Jawa Timur diketahui tokoh Joko Dolog. Beberapa tokoh berikut ini yang lantas bertindak dalam suatu frame narasi lucu yang disebabkan oleh kebodohan, kecerdikan, kemalasan, frustasi, dan seterusnya.

Karenanya dalam Rekan Duduk M. Kasim berencana menyodorkan dalam kehidupan kita seharian. Ini dikemukakan oleh M. Kasim dengan mendatangkan tokoh satu orang kepala kuriah yang dalam bulan puasa sukai geram serta sukai mimpikan datangnya bedug Magrib waktu buka puasa. Tokoh si Lengkong yg suka marah serta menyentak istrinya dalam bulan puasa, tokoh si Pukat yg suka mengganggu akan tetapi gak sukai terganggu, tokoh Wan Kelang yang kikir akan tetapi sudah terburu bernadar, dan seterusnya.



Karya Lain

Kecuali sudah membuahkan Rekan Duduk, M. Kasim pula sudah menulis buku bacaan beberapa anak Si Samin atau Panorama dalam Dunia Kanak-kanak (1928) , kelompok cerpen Berantem Berbisik (1929) serta Buah di Warung Kopi (1930) . roman Muda Teruna (1922) , mengartikan buku berbahasa Belanda, In Woelige Dagen karya C. J. Kieviet jadi Niki Bahtera serta De Vorst van Indie karya Lewis Wallace jadi Pangeran Hindi. Dengan beberapa bukunya berikut ini karenanya bertambah kuat posisi M. Kasim dalam organisme riwayat sastra Indonesia kekinian.

Baca pula : Maziah serta Wasiat Mbah Ma'shoem Lasem
Kasim yang lahir di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada tahun 1886 serta kerja jadi guru sekolah fundamen sampai pensiun, wajar dikatakan sebagai Bapak Cerpen Indonesia. Biarpun dia berlokasi tinggal di wilayah terpencil Kotanopan, Sumatera Utara, serta biarpun dia bukan termasuk sastrawan yang bergabung dalam barisan Pujangga Baru, dia punyai elan kreatifitas yang ulet, terus menerus, serta konsekwen ketika menulis cerpen.

Lantaran, pada kala itu seakan-akan cuma mereka yang menulis roman atau novel sajalah yang disadari jadi pengarang. Itu penyebabnya, begitu pas kalau Ajip Rosidi dalam Narasi Pendek Indonesia (1959 : 28) menjelaskan jika cerita-cerita lucu M. Kasim punyai makna dalam riwayat kemajuan kesusastraan Indonesia ; dia yaitu pembuka jalan dalam tulisan cerpen Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar